Baru saja menerima paketan novel dari sahabat di Jakarta. Seorang penulis yang kalau aku masuk ke tobuk,aku ngga bakal berniat untuk membeli nya dikarenakan cerita yg sederhana,atau karena cenderung membeli buku/novel yg penulisnya sudah ternama.Buku ini diberikan padaku sebagai kado-aku sangat senang menerima nya.Nama Pengarangnya Iwan setyawan,kelahiran Batu dengan mengambil setting cerita di Batu sampai ke New York.Judul Buku nya "Ibuk" dan "9 Summers,10 Autums".Aku membaca buku yg berjudul "Ibuk". Awalnya aku mengerenyitkan dahi,ini cerita sederhana sekali tentang perjalanan dan perjuangan seorang perempuan dengan 5 orang anak2nya yang menghadapi kehidupan dengan penuh tekad dan semangat juang tinggi ditengah kemiskinan dan hidup serba kekurangan. Awalnya aku sedikit skeptis membaca buku ini,karena selama ini buku2 yg kubaca menawarkan cerita metropolis,gemerlapnya kehidupan seorang pekerja atau cerita yg menjual aneka mimpi2 kehidupan urban dikota besar.Sehingga begitu membaca novel ibuk ini,aku sedikit jetlag atau apa yah aku menyebutnya..agak tak terbiasa..dan aku terus membaca nya
Beberapa bab kemudian,aku mulai terhanyut ke dalam cerita tersebut.Aku mulai menikmati dan ikut larut.Penulisnya begitu mahir menceritakan bagaimana keras dan tegarnya perjuangan seorang perempuan demi menghidupi kelima orang anak2nya dan tekad dia menyekolahkan semua anaknya ke jenjang kuliah, hingga semua anaknya harus menjadi orang besar,tidak seperti dirinya yg hanya lulusan SD,serta suaminya seorang sopir angkot.Sebenarnya pada perjalanan kisah tersebut,aku seperti tengah melihat kehidupan di masa kecilku.Kisah yg paling menyentuh hati adalah manakala sang ibuk hanya memasak daging empal pada hari2 khusus,dengan pembagian 1 potong daging empal per masing2 anaknya.Sehingga kalau anak2nya ingin memakan daging empal itu lagi,maka mrk akan memakan bagiannya separuh,dan separuhnya lagi disimpan utk nanti malam.Lalu moment special lainnya saat bapaknya pulang membawakan sebungkus Nasi Goreng,demi agar cukup dimakan buat satu keluarga,maka Ibuk akan mencampur nasi goreng itu dengan nasi putih agar merata dan porsi lebih banyak.Tanpa terasa hatiku trenyuh,dada terasa sesak,dan airmata ku mengalir disudut mataku.Persis,itulah gambaran masa kecilku.Dulu,ketika kami berempat sudah berkumpul pada satu atap,tempat tidur kami terbagi bagi.Satu ruangan untuk beberapa orang,ada yg tidur menggunakan kasur tambahan yg terbuat dari gabus.Untuk makan kami sehari hari-kami lbh sering mengandalkan tukang dug dug langganan.Biasanya bapak dan kakak tertua pergi membawa nasi putih utk diolah menjadi nasi Goreng,sehingga kami masih bisa mengecap rasa lain selain nasi putih.Tentu saja harganya lebih murah dibanding jika kami beli nasi goreng pada tukang Dug Dug itu.Makanan mewah kedua kami adalah IndoMie Goreng.1 bungkus Indomie Gr biasanya kami bagi2kan pada ke 4 saudara kami,lalu kami akan memakannya dengan nasi putih yg banyak sehingga perut kami lebih awet dari rasa lapar.Dan Menu makan mewah ke tiga kami yaitu sebutir telur,yg akan kami kocok2 lama sampe benar2 mengembang sehingga bisa dipotong potong,dibagi rata pd masing2 sodara kami.
Dalam hidup yg penuh keterbatasan itu,kami terbiasa berbagi.Sebungkus Capcay/Bakmi sudah wajar kami makan dengan sistem royok"an.Menjelang dewasa,aku jadi terbiasa membeli makanan untuk dimakan beramai ramai.malah terkadang kalau melihat ada teman yg membeli makanan 1 bungkus utk 1 orang,aku cenderung menolak karena bagiku itu sudah lebih2 dan pasti sisa.bedanya kl dulu sebungkus makanan utk 4-5 orang,skr sebungkus hanya cukup utk 2 bagian :)
Ada yang berbeda dari cerita Ibuk tadi dengan kehidupanku.Mereka masih beruntung karena masih memiliki sosok kedua orang tua yg lengkap,sedangkan aku,sudah piatu sedari usia setaun atau berapa,aku tidak ingat.Aku tidak memiliki kenangan apa2 tentang sosok wanita yg melahirkanku.Kenanganku hanya ada sosok uti/nenek yg sedari kecil aku diasuhnya.Jadi melihat sosok Ibuk bayanganku adalah sosok nenekku.Yang memulai aktivitasnya dari jam 3 subuh..mengawali dengan membuka pintu jendela lebar2 agar udara segar masuk,mengeluarkan kurungan ayam,menanak nasi,menyiapkan segelas kopi buat kakek,menyapu,mengepel,dan memasak.Terkadang beliau juga bersusah payah mendapatkan tambahan penghasilan dengan menitipkan gorengan pada warung depan.Teringat olehku,sambil bersimbah peluh didepan wajan penggorengan,nenek menggendongku dipunggungnya dengan menggunakan selendang.How I love my grand Ma:(
Novel Ibuk ini benar2 mengugah hati.Bagaimana perjuangan seorang Ibu yg sebenarnya .Semoga tekad dan perjuangan nya bisa kucontoh,meski kadang dalam hatiku,aku yg baru akan menjadi calon Ibu ini tidak tahu,aku mampu atau tidak.Apakah aku sanggup?Mengalahkan semua ego,mengorbankan semua demi anak..walau banyak orang bilang,seorang ibu akan mengorbankan apapun demi anaknya.Bismillah,semoga aku termasuk pada golongan perempuan2 hebat seperti itu
-luv Ann-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar